Tinggalkanlah titik ternyaman anda sehingga anda bisa menjelajahi dan menguji sejauh apa diri anda bisa melakukan sesuatu. Hal inilah yang mendorong diri saya untuk bergabung dalam barisan Pahlawan yang membawa api pengetahuan untuk ditularkan ke plosok negeri. Program SM-3T milik Dikti bukan hanya menawarkan pengabdian sebagai ajang mengasah ilmu dalam bidang pendidikan tetapi juga menawarkan petualangan.
Mungkin tidaklah sedikit, teman-teman seperjuangan dalam program SM-3T baik satu angkatan maupun senior yang pada mulanya memutuskan untuk bergabung program ini, mereka harus berkelahi terlebih dahulu dengan diri sendiri. mengalahkan pertanyaan-pertanyaan diri, apa aman?, apakah betah 1 tahun?, Apa yang kita hadapi diplosok negeri? yang katanya masih jauh dari fasilitas nyaman yang kita biasa nikmati seperti Listrik, Sinyal, Kendaraan umum, dan semua fasilitas umum yang mudah didapatkan dimana tempat kita tinggal. Masalah seperti itu belum lah benar-benar kelar kita menangkan dengan keyakinan full, datang lagi masalah dari orang tua yang pada Umumnya kawatir, bahkan lebih kawatir daripada kekawatiran kita sendiri. Dari sinilah cerita ini semua dimulai, dari sinilah perjuangan menuju tempat pengabdian dipijakan. Sedikit cerita, bahwan sarjana Pendidikan yang masih nganggur dan masih juah dari kata mapan masih sangatlah banyak, sehingga peminat program inilah sangatlah banyak, termasuk yang masih ragu menghadapinya. Tidak tanggung-tanggung pada angkatan saya yang terdaftar lulus administrasi ada 13.000 orang dari 3000 yang dibutuhkan, sehingga hal inilah yang saya jadikan solusi atas permasalahan diri dan juga orang tua. Saya katakana pada diri saya sendiri dan pada orang tua “Biarkan saya nikmati dan berjuang disetiap tahap seleski program SM-3T, dan Tuhanlah yang akan menetukan saya bisa ikut atau tidak. Dan apapun hasilnya itu yang terbaik bagi saya dan orang tua, toh saya juga belum pasti lulus”. Akhirnya itu bisa diterima sebagai hasil keputusan Tuhan, pendamai atas permasalah diri dan orang tua, and here I am.
Atas dasar pembagian daerah tempat pengabdian di LPTK UNJ, saya mendapat tempat pengabdian di Kab. Tambrauw, Provinsi Papua Barat. Sekilas mendengar papua, mungkin cukup menakutkan dan membuat keraguan fase II, tapi tekad untuk keluar dari jalur aman dan mengexplorasi diri adalah penyulut api semangat yang membuat saya terus menjalaninya. Pembagian tempat pengabdian yang sesungguhnya ada pada kabupaten, Dimana berdasarkan SK, saya ditugaskan di SD INPRES 83 HOPMARE, Jl Bamo, Kampung Hopmare, Kab.Tambrauw, Prov. Papua Barat bersama 1 teman pengabdian SM-3T lainnya dari LPTK lain.
Memang rencana Tuhan selalu indah dan sesuai dengan kemampuan hambanya. Tempat pengabdian saya, yaitu Kampung Hopmare. Sebuah kampung kecil yang terdiri hanya dari 33 KK dan berada dekat pantai dengan pemandangan sunset yang sangat bagus tidak kalah dengan objek wisata yang ditawarkan bali, hanya kelah tenarnya saja, serta dihiasi dengan pemandangan sebuah pulau Dua. Over all, sebuah tempat pengabdian dengan kondisi alam yang sangat kaya. Dimana diampit perbukitan, gunung dan pemandangan pantai yang masih alami dan memukau. Warga kampung Hopmare asli adalah suku abun, dengan bahasa daerahnya bahasa abun. Ciri-ciri dari suku abun adalah marga atau nama keluarganya dimulai dengan huruf “Y” yaitu, Yesnath, Yeblo, Yekese, Yekwam, Yessa,dst. Seperti warga papua pada umumnya, warga kampung Hopmare juga respect dengan pendatang yang berkerja sebagai Guru dan Pendeta. Hal inilah yang kemudian akan mengubah rasa takut saya menjadi rasa cinta saya terhadap tempat pengabdian saya.
Sekolah tempat saya mengabdi terdiri dari 41 Siswa termasuk dari kelas 1 sampai kelas 6. Tenaga pendidiknya ada 3 Orang PNS, yaitu 1 Kepala Sekolah, 1 Guru agama dan 1 Guru kelas. Kondisi proses pembelajaran di sekolah ini sebelum guru-guru SM-3T datang, hanya aktif 2 bulan dalam 1 tahun sehingga anak-anak lebih banyak libur dari pada mendapatkan pembelajaran mengajar. Hal inilah yang akan menjadi permasalah yang kita hadapi. Selain membuat anak-anak menjadi malas kesekolah karena sudah biasa libur, tetapi juga membuat kebanyakan anak belum bisa membaca disetiap kelas tingkatan, bahkan kelas 6 yang akan menghadapi ujian. Seperti permasalah Umum dipapua, banyak guru PNS yang mangkir dari mengajar dan menghabiskan waktunya di kota, dan hal ini sudah dianggap wajar, bahkan tidak ada tindakan. Dan kondisi ini jugalah yang membuat Guru-guru SM-3T menjadi Istimewa dimata murid dan orang tua murid. Sekaligus guru-guru SM3T inilah yang menjadi nafas kehidupan Sekolah di Kampung ini selama 1 Tahun Mengajar.
Mengajar kelas rangkap seperti layaknya film-film dokumenter adalah hal yang wajar dan menjadi keseharian. Bahkan saya sendiri pernah mengajar kelas rangkap 1 sampai 6 dalam 2 kelas selama 1 bulan, ketika semua guru mangkir dari mengajar termasuk guru partner SM3T teman saya. Disinilah tuntuan keadaan yang akan membuat kita harus kreatif terlepas dari teori-teori yang pernah diajarkan dibangku kuliah. Akan tetapi sejujurnya mengajar kelas rangkap bagaimanapun kreatifnya, susah untuk kita mendapatkan kata effektif apalagi jika harus mengikuti tuntuan materi dari pusat. Sehingga hal yang bisa saya fokuskan kepada anak didik saya dalam kelas, adalah CaLiTung dasar yang mungkin akan jauh dari SKL di setiap tingkatan kelas.
Ada satu hal persepsi masyarakat yang berada pada pedalaman tentang guru adalah bahwa guru itu serba bisa. Sehingga kita mendapat tuntuan untuk serba bisa. saya sendiri mendapat tuntutan untuk menjadi tenaga pembantu kesehatan atau masyarakat memanggilnya pak guru mantri, karena dikampung Hopmare tidak ada tenaga kesehatan. Tentu hal ini tidak kita lakukan sembarangan, karena sebelumnya saya sendiri pernah dikhursus singkat oleh seorang dokter dari distrik Kwoor, dan mendapatkan obat-obat untuk penyakit sederhana termasuk untuk alat cek Malaria dan obatnya. Hanya saya tidak mendapat izin untuk balita, karena resiko besar. Dan saya pun pernah dipanggil pak guru PLN karena diminta dan bisa perbaiki alat Solar cell yang rusak. Tapi alhamdulilah semua itu bisa saya lalui dengan baik, dan seperti yang saya katakana di muka, bahwa tempat pengabdian adalah tempat mengeksplorasi diri, dan ternyata kita mampu ketika benar-benar berniat untuk melakukannya.
Dan bicara soal petualangan tentunya tempat-tempat plosok negeri seperti ini menjanjikan banyak pemandangan alami yang bangus dan aktifitas keren pribumi yang mampu kita ikuti dan lakukan kalau bisa. Karena tempat pengabdian saya dekat dengan pantai dan diapit pulau dua, jadi tempat ini menawarkan aktifitas snorkeling, sambil mencari ikan buat lauk sehari-hari. Kalau tidak bisa berenang, don’t worry Dikti membekali kita dengan pelampung, jadi bisa nekad seperti saya. Soal berburu ikan serahkan ke murid-murid kita, mereka dekat dengan istilah Molo air. Molo air yaitu aktifitas menyelam dalam air untuk memanah ikan dengan peralatan kaca mata renang kayu, dan panah besi sebagai alat menangkap ikan, sangat seruuu. Kalau yang lebih menantang kita bisa, ikut masyarakat berburu rusa, babi ataupun tikus tanah kedalam hutan yang sangat menantang dengan suasana pohon-pohon yang sangat besar dan kondisi medan yang tidak mudah ditaklukan. Berburu di tempat pengabdian saya masih menjadi kebiasan dan lahan mencari makan bagi masyarakat.
Namun bagaimanapun sebuah cerita dan realita tidak akan indah tanpa sebuah permasalahan yang perlu dituliskan ataupun dihadapi. Dalam perjalanan pengabdian sayapun begitu, beberapa permasalahan atau kita sebut saja tantangan yang perlu dihadapi adalah transpoprtasi. Karena kondisi yang jauh dari pusat kota pemerintahan dan jalan yang masih buruk, yaitu jalan dipenuhi krikil lepas. Dimana krikil lepas ini bahaya pada musim kemarau pada saat menuruni gunung, dan bahaya pada sa’t musim hujan ketika menaiki jalan yang mendaki. Membuat kondisi ini hanya mempunyai tiga pilihan transportasi. Pertama yaitu Ojek dengan harga Rp.150.000 sekali jalan ke pusat pemerintahan, kedua angkutan umum dengan harga Rp.50.000, namun sering tidak bisa masuk ke Hopmare, karena seringnya jembatan putus kalau terjadi hujan dua hari, kadang juga karena sopirnya yang takut medan. Ketiga, mengandalkan mobil proyek, atau truk proyek numpang turun kota, tp tidak ada jaminan bisa cari lagi pas naik. Kendala transportasi ini sering membuat kita kebingungan jika persediaan makanan mulai habis. Terlepas dari transportasi yang susah, harga-harga kebutuhan pokokpun melambung tinggi daripada di kota. Untuk masalah harga yang tinggi ini, saya mempunyai goyonan “ jika ingin tahu seberapa pedalaman dan jauhnya anda dari pusat kota cukup tanyakan kepada penjual bensi, berapa mereka jual harganya” karena dari pusat kota hingga kepedalam harga bensin akan naik secara bertahap. Contoh dipusat kota 1 Liter/Rp 12.000, ditempat pengabdian saya sudah mencapai Rp.20.000. sedangkan ditempat pengabdian yang lain sudah mencapai Rp.30.000.
Untuk masalah kealamiannya dan keasrian alamnya mengandung tantangan yang berat. Untuk kita yang ditempatkan dekat pantai, pasti mengenal mahluk pengisap darah yang sangat kecil yaitu agas. Dimana ketika agas menggigit akan meninggalkan bekas benjol dan bisa menjadi luka dan meninggalkan bekas hitam pada kulit. Belum lagi rasa gatalnya itu bisa bertahan selama 3 hari. Hal kecil inipun bisa penyebab stress tinggal dipedalaman selain tidak adanya sinyal dan Listrik. Dan pendatang yang tugas di tanah papua selalu dihantui oleh penyakit Malaria tropika dan terssian. Diman penyakit ini cukup berbahaya jika tidak mendapat penangan yang cepat oleh team medis, bisa menyebabkan kematian. Dan bibit penyakit ini tidak bisa hilang seumur hidup tetap bisa diobat jika kambuh. Menyebabkan penderitanya harus lebih perhatian dengan kesehatan tubuh dan juga tidak boleh terlalu kecapean. Dan Alhamdulilah saya sudah mendapatkanya, DUA KALI. Awalnya mungkin akan membuat stress tapi sesuatu yang sudah terjadi harus dinikmati dan diterima dengan ikhlas. Sebuah cendra mata yang saya yakin kalian tidak inginkan.
Dan akhirnya saya sampaikan terima kasih untuk Dikti telah memberikan kesempataan kepada saya bergabung dalam barisan guru-guru SM-3T. program yang sangat memberikan kami sarjana-sarjanan dibidang pendidikan untuk mendapatkan pengalaman, pelajaran dan perjuangan. Metal kami benar-benar diasah dikegiatan ini, ilmu kami benar-benar dibutuhkan diplosok negeri. Dan dari pengabdian saya di papua saya menemukan beberapa hal disini:
- Tanah Papua sangatlah ramah akan pendatang dengan profesi Guru dan pendeta, serta fasilitas yang diberikan sangatlah luar biasa.
- Guru yang baik dimata murid hanya membutuhkan satu syarat dari anak-anak didiknya, yaitu adalah ada disetiap proses pembelajaran mereka.
- Guru yang mampu bertahan dipedalam untuk mengajar bukanlah guru dengan kekuatan super layaknya superman akan tetapi seorang guru sederhana yang Menjadikan predikat Guru bukan hanya sebagai lahan mencari nafkah, akan tetapi Kecintaan terhadap predikat dan tugas sebagai Guru itu sendiri.
- Kebahagiaan itu akan datang ketika kita tidak banyak menuntuk terhadap keaadaan.
- Kebesaran Indonesia dengan Nusantaranya akan terasa jika kita sudah menginjakan kaki ditanah Papua.
(Ahmad Nawawi,S.Pd, Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal di SD INPRES 83 HOPMARE, Kampung Hopmare, Distrik Kwoor, Kab.Tambrauw, Provinsi PapuaBarat)
0 komentar:
Posting Komentar